Lompat ke konten

Ngunjung Buyut di Desa Kertanegara Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu

  • oleh
  • News

Tradisi Ngunjung Buyut di Desa Kertanegara, Haurgeulis, Kabupaten Indramayu

Desa Kertanegara, yang terletak di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, memiliki tradisi unik yang menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakatnya. Salah satu tradisi yang sangat dijunjung tinggi adalah Ngunjung Buyut, sebuah ritual yang sudah berlangsung turun-temurun dan mencerminkan kearifan lokal serta kekayaan budaya masyarakat Kertanegara.

Sejarah dan Makna Ngunjung Buyut

Ngunjung Buyut merupakan acara tahunan yang diadakan untuk menghormati leluhur desa, yang dikenal dengan sebutan “Buyut.” Kata “ngunjung” berasal dari kata Sunda yang berarti “berkunjung,” sedangkan “buyut” merujuk pada nenek moyang atau leluhur. Tradisi ini adalah bentuk penghormatan kepada para pendiri desa yang diyakini telah memberikan keberkahan, perlindungan, dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

Sejarah tradisi Ngunjung Buyut di Desa Kertanegara sendiri tidak terlepas dari keyakinan masyarakat akan pentingnya menjaga hubungan baik dengan leluhur. Dalam keyakinan masyarakat lokal, leluhur tidak hanya dihormati karena mereka pendiri desa, tetapi juga karena diyakini masih berperan dalam menjaga keseimbangan alam, kesejahteraan, dan keselamatan desa. Tradisi ini menjadi cara untuk berkomunikasi dengan roh leluhur dan memohon berkah untuk tahun-tahun mendatang.

Pelaksanaan Acara Ngunjung Buyut

Acara Ngunjung Buyut biasanya diselenggarakan setiap tahun pada bulan tertentu, tergantung pada perhitungan tradisional yang dipercayai oleh masyarakat desa. Masyarakat dari berbagai kalangan dan usia berkumpul di tempat yang dianggap keramat, biasanya di makam Buyut atau di lokasi yang dianggap sebagai tempat suci leluhur desa.

Rangkaian acara Ngunjung Buyut dimulai dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh adat atau tokoh agama setempat. Doa ini biasanya diucapkan dalam bahasa Sunda atau bahasa daerah lainnya, berisi permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar desa dan seluruh warganya selalu dalam keadaan sejahtera, dijauhkan dari bencana, serta diberikan rezeki yang melimpah.

Setelah doa, masyarakat melakukan prosesi tabur bunga dan pemberian sesaji di makam leluhur atau di tempat-tempat yang dianggap sakral. Sesaji ini biasanya berupa makanan tradisional, buah-buahan, bunga, dan dupa yang dibakar sebagai simbol penghormatan. Makanan yang disajikan pun memiliki makna simbolis, seperti nasi tumpeng yang melambangkan kesejahteraan dan kesatuan masyarakat.

Tidak hanya sebagai bentuk penghormatan spiritual, acara Ngunjung Buyut juga menjadi ajang silaturahmi antarwarga desa. Dalam suasana yang penuh kekeluargaan, masyarakat saling berbagi cerita, makan bersama, dan menikmati berbagai hiburan tradisional yang disiapkan. Di beberapa desa, acara ini juga diramaikan dengan pertunjukan kesenian tradisional, seperti wayang kulit, gamelan, atau jaipongan, yang menjadi hiburan sekaligus cara melestarikan budaya lokal.

Nilai-nilai dalam Ngunjung Buyut

Tradisi Ngunjung Buyut memiliki nilai-nilai yang sangat berharga bagi masyarakat Kertanegara. Salah satunya adalah nilai gotong royong dan kebersamaan. Seluruh warga desa ikut terlibat dalam persiapan dan pelaksanaan acara ini, mulai dari mempersiapkan sesaji, membersihkan lokasi acara, hingga menjaga kelancaran prosesi. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat desa masih memegang teguh prinsip gotong royong dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, tradisi ini juga mengajarkan pentingnya menjaga hubungan dengan leluhur serta menghargai warisan budaya. Dalam masyarakat modern yang seringkali sibuk dengan kehidupan individual, Ngunjung Buyut mengingatkan akan pentingnya menjaga akar budaya dan identitas. Tradisi ini menjadi semacam jembatan yang menghubungkan generasi muda dengan warisan leluhur, serta mengajarkan mereka tentang pentingnya nilai-nilai spiritual dan moral.

Tantangan dan Upaya Pelestarian

Meski Ngunjung Buyut masih dilaksanakan hingga saat ini, tradisi ini tidak luput dari tantangan. Salah satu tantangan utama adalah arus modernisasi yang seringkali membuat generasi muda kurang tertarik dengan tradisi-tradisi leluhur. Kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup juga bisa menggerus minat masyarakat dalam melestarikan budaya lokal.

Namun, berbagai upaya pelestarian terus dilakukan oleh tokoh adat, pemerintah desa, dan masyarakat setempat. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengintegrasikan Ngunjung Buyut ke dalam kegiatan pendidikan budaya, seperti mengajarkan sejarah dan makna tradisi ini di sekolah-sekolah. Selain itu, acara ini juga mulai dipromosikan sebagai daya tarik wisata budaya, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran generasi muda akan pentingnya melestarikan tradisi.

Penutup

Ngunjung Buyut di Desa Kertanegara, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, bukan sekedar tradisi tahunan. Lebih dari itu, tradisi ini adalah warisan budaya yang mengajarkan tentang penghormatan kepada leluhur, pentingnya menjaga kebersamaan, serta mempertahankan identitas budaya di tengah arus modernisasi. Melalui acara ini, masyarakat Kertanegara tidak hanya merayakan warisan leluhur, tetapi juga menjaga keberlanjutan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *